Sunday 23 January 2011

Penguasaan Kosakata

Peningkatan Penguasaan Kosakata
dengan Metode Beryanyi

by: Bagus Samadi

A.    Latar Belakang
Upaya untuk mewujudkan masyarakat yang berkualitas merupakan tanggung jawab pendidikan, terutama dalam mempersiapkan peserta didik menjadi subjek yang semakin berperan menampilkan keunggulan dirinya yang tangguh, kreatif, mandiri dan professional pada bidangnya masing-masing. Pendidikan ialah pengaruh bimbingan dan arahan dari orang dewasa kepada orang yang belum dewasa agar menjadi dewasa, mandiri dan memiliki kepribadian yang utuh dan matang.
Di dalam pendidikan terdapat proses belajar-mengajar. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami apa yang dipelajarinya, bukan hanya mengetahuinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti berhasil dalam kompetisi jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali anak memecakan persoalan dalam kehidupan jangka panjang.
Untuk memecahkan persoalan tersebut, maka diperlukan strategi-strategi dalam pembelajaran. Dalam hal ini strategi-strategi belajar mengacu pada perilaku dan proses-proses berpikir yang digunakan oleh siswa yang mempengaruhi apa yang dipelajari termasuk proses memori dan metakognitif. Menurut Michel Pressle (Nur, 2000:7), bahwa strategi-strategi belajar ialah operator-operator kognitif meliputi dan di atas proses-proses yang secara langsung terlibat dalam menyelesaikan suatu tugas belajar. Strategi-strategi tersebut merupakan strategi-strategi yang digunakan siswa untuk memecahkan masalah belajar tertentu.
Semua model pembelajaran ditandai dengan adanya struktur tugas, struktur tujuan, dan struktur penghargaan. Struktur tugas mengacu pada jenis-jenis tugas kognitif dan sosial yang memerlukan model pengajaran dan pelajaran yang berbeda. Struktur tujuan mengacu pada tingkat koperasi dan kompetensi yang dibutuhkan siswa untuk mencapai tujuan. Struktur penghargaan meningkatkan nilai dalam bidang akademik. (Nur, 2000:23). Jadi dapat disimpulkan bahwa tugas ialah suatu cara atau alat untuk mengadakan penilaian yang berbentuk serangkaian soal/instrument yang harus dikerjakan oleh siswa atau sekelompok siswa sehingga menghasilkan nilai tentang tingkah laku atau prestasi siswa tersebut. Prestasi atau tingkah laku tersebut dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan intruksional pembelajaran atau tingkat penguasaan terhadap seperangkat materi yang telah diberikan dalam proses pembelajaran, dan dapat pula menunjukkan kedudukan siswa yang bersangkutan dalam kelompoknya.
Selain model pembelajaran yang diperlukan, maka dalam pemilihan metode pembelajaran bahaasa Indonesia juga sangat diperlukan. Kecenderungan guru mengajar di kelas dengan metode yang sudah dikuasainya, sebab berdasarkan pengalaman mengajar akan terbentuk suatu pola mengajar tertentu yang dipandang paling efektif dan efisien, walaupun sudah menemukan pola metode yang dianggap sesuai. Namun proses pencarian pola tersebut tidak boleh berhenti sebab ada kemungkinan terdapat metode yang lebih baik.
Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di dalam era yang semakin mengglobal ini, tak dapat dipungkiri bahwa kemampuan dalam berbahasa asing, terutama bahasa Indonesia sangat penting. Namun demikian tidak sedikit siswa yang prestasi belajar bahasa Indonesianya belum memadai, hal ini disebabkan adanya kendala-kendala dalam proses belajar mengajar bahasa Indonesia di sekolah-sekolah.
Kemampuan guru seringkali kurang memadai untuk memenuhi tuntutan siswa terutama siswa-siswa yang punya kemampuan tinggi dalam berbahasa dan punya sarana belajar yang lebih canggih dari pada gurunya sendiri. Sistim belajar mengajar sering bersifat monoton, kurang variasi dan kurang menarik sehingga siswa menjadi bosan, tidak tertarik untuk belajar. Di kelas, siswa seringkali hanya diberi teori-teori, kaidah-kaidah dan hukum-hukum bahasa, bukannya aplikasi kaidah-kaidah dan hukum-hukum itu dalam penggunaan praktisnya sehingga siswa tidak merasakan manfaatnya belajar bahasa Indonesia.
Seperti diketahui belajar bahasa itu mencakup 4 aspek yaitu: mendengarkan, membaca, berbicara dan menulis. Dari ke empat aspek bahasa itu, pada umumnya membaca kurang disenangi siswa, lebih-lebih, ketika topiknya tidak menarik minat siswa, hal ini terlihat pada saat siswa mengerjakan ulangan, mereka cenderung mengerjakan soal-soal yang lain terlebih dahulu ketimbang soal-soal mengenai pemahaman isi wacana (reading comprehension), sebab ada banyak siswa yang tidak memiliki penguasaan kosa kata bahasa Indonesia yang cukup untuk memahami isi wacana tersebut. Berdasarkan pengalaman lapangan ini, muncul ke permukaan suatu pemikiran bahwa penguasaan kosa kata berbahasa Indonesia siswa berpengaruh pada kemampuan siswa memahami isi wacana bahasa Indonesia. Untuk menguji pemikiran ini peneliti melakukan suatu penelitian survei di sekolah, untuk mengetahui apakah penguasaan kosa kata berbahasa Indonesia berhubungan secara signifikan dengan kemampuan membaca bahasa Indonesia.
Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah dasar membutuhkan berbagai macam metode pengajaran, maka pada penelitian ini peneliti mencoba untuk meneliti peningkatan penguasaan kosakata dengan menggunakan metode menyanyi, mengingat menyanyi merupakan hal yang menyenangkan maka peneliti berkesimpulan bahwa dengan pelasanaan pembelajar dengan menggunakan metode menyanyi ini dapat meningkatkan kemampuan penguasaan kosakata siswa khususnya pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Informasi yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi guru, siswa dan orangorang yang berhubungan dengan dunia pendidikan bahasa Indonesia agar pembelajaran kosa kata bahasa Indonesia pada siswa ditingkatkan kualitas pembelajarannya. \
B.        Hakikat Membaca

Peningkatan ialah proses, perbuatan, cara meningkatkan (KBBI 1997: 1060). Walaupun kini telah banyak sarana-sarana informasi untuk menambah pengetahuan , seperti misalnya radio, televisi dan internet, membaca masih merupakan hal penting untuk membuka jendela informasi, lagi pula dalam internet sarana informasi yang tercanggih saat ini, kemampuan membaca yang tinggi tetap dituntut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ; membaca ialah melihat serta memahami isi dari apa yang tertulis dengan melisankan atau hanya di hati. Kamus Webster mendefinisikan membaca; To read is to understand and grasp the full sense of (such mental formulation) either with or without vocal reproduction. The World Book Encyclopedia menyatakan bahwa : Reading is the act of getting meaning from printed or written words. It is basic to learning and one of the most important skills in everyday life. Secara sederhana pengertian membaca ialah mengenali huruf-huruf dan kumpulan huruf yang memiliki arti tertentu yang mengekspresikan ide secara tertulis atau tercetak.
  1. Pengertian Kosa Kata
Dalam Kamus besar bahasa Indonesia dijelaskan kosa kata berarti perbendaharaan kata (1997: 2012). Kosa kata atau perbendaharaan kata ialah jumlah seluruh kata dalam suatu bahasa; juga kemampuan kata-kata yang diketahui dan digunakan seseorang dalam berbicara dan menulis. Kosa kata dari suatu bahasa itu selalu mengalami perubahan dan berkembang karena kehidupan yang semakin kompleks. Jumlah yang tepat mengenai kosa kata dalam bahasa Inggris sampai saat ini tidak dapat dipastikan, namun perkiraan yang dapat dipercaya menyebutkan sekitar 1 juta. Berdasarkan definisi di atas, jelas bahwa penguasaan kosa kata yang cukup penting untuk dapat belajar bahasa dengan baik. Lagi pula berbicara mengenai bahasa maka hal itu tidak bisa terlepas dari kosa kata. Kosa kata ialah kata-kata yang dipahami orang baik maknanya maupun penggunaannya. Berapa banyak kosa kata yang harus dipunyai seseorang ? Seorang harus mempunyai kosa kata yang cukup untuk dapat memahami apa yang dibaca dan didengar, bisa berbicara dan menulis dengan kata yang tepat sehingga bisa dipahami oleh orang lain.
Kualitas keterampilan berbahasa seseorang jelas bergantung kepada kualitas dan kuantitas kosakata yang dimilikinya. Semakin kaya kosakata yang dimiliki, maka semakin besar pula kemungkinan seseorang terampil berbahasa. Perlu disadari dan dipahami benar-benar bahwa kenaikan kelas para siswa di sekolah ditentukan oleh kualitas keterampilan berbahasa mereka. Kenaikan kelas itu berarti pula merupakan suatu jaminan akan peningkatan kuantitas dan kualitas kosakata mereka dalam segala bidang studi yang mereka peroleh sesuai dengan kurikulum. Banyak orang yang kurang menyadari bahwa nilai yang tertera pada rapor siswa merupakan cermin akan kualitas dan kuantitas kosakata siswa. Baik atau buruk nilai rapor itu mencerminkan baik atau tidaknya keterampilan berbahasa  mereka.
Kalau masalah ini di perhatikan dengan benar-benar, maka dapat  dimengerti betapa pentingnya pembelajaran kosakata yang bersistem di sekolah-sekolah sedini mungkin. Kuantitas dan kualitas kosakata seseorang siswa turut menentukan keberhasilan dalam kehidupan. Kualitas dan kuantitas, tingkatan dan kedalaman kosakata sesorang merupakan indeks pribadi yang terbaik bagi perkembangan mentalnya.
Perkembangan kosakata ialah merupakan perkembangan konseptual,  merupakan suatu tujuan pendidikan dasar bagi setiap sekolah atau perguruan. Semua pendidikan pada prinsipnya ialah perkembangan kosakata yang juga merupakan perkembangan konseptual. Suatu program yang sistematis bagi perkembangan kosakata akan dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin, pendapatan, kemampuan, bawaan, dan status sosial serta fator-faktor geografis. Seperti halnya dalam proses membaca yang membimbing siswa dari yang telah diketahui menuju ke arah yang belum atau tidak diketahui. Oleh karena itu, telaah kosakata yang efektif haruslah beranjak dengan arah yang sama atau tidak diketahui (Tarigan, 1986:2 ). Jadi jelaslah bahwa bertambahnya kosakata pada diri seseorang itu seiring dengan perkembangan umur dan pengalaman seseorang. Sebagai contohnya manusia saat baru lahir yang belum mampu untuk berbicara, namun seiring dengan perkembangan jiwa dan umurnya, maka sang bayi akan mampu menilai sesuatu dengan kata serta mampu mengapresiasikan kehendaknya dengan bahasa dan ungkapan-ungkapan.
Sudah jelas bahwa uraian di atas mencerminkan hakikat pembelajaran bahasa, yaitu siswa mampu berkomunikasi baik secara lisan maupun tertulis. Untuk mencapai hal itu siswa perlu dibekali kemampuan penguasaan kosakata yang memadai. Sebab kalau tidak demikian maka siswa tidak dapat berkomunikasi secara optimal. Sesuai hakikatnya pembelajaran bahasa, pembelajaran kosakata tidak diajar kata-kata lepas atau kalimat-kalimat lepas, tetapi terlibat dalam konteks wacana, berkaitan dengan mata pelajaran dan berkaitan pula dengan bidang-bidang tertentu.
Metode pembelajaran tidak disajikan secara khusus dalam GBPP. Hal ini dimaksudkan agar dapat memiliki metode yang dianggap tepat, sesuai dengan tujuan, bahan dan keadaan siswa. Untuk menghindari kejenuhan disarankan agar guru menggunakan metode yang beragam. Kegiatan bisa dilakukan di dalam atau di luar kelas dengan tugas yang beragam, berpasangan, berkelompok, atau seluruh kelas (Depdikbud, 2003:6). Ada banyak metode belajar mengajar yang bisa digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar. Semua metode itu dapat diterapkan guru dalam melaksanakan belajar siswa aktif yang menganut pendekatan proses.
Metode-metode itu pasang surut silih berganti, sesuai dengan perubahan-perubahan dalam pendangan-pandangan linguistik dan psikolog dan juga faktor-faktor lain. Meskipun sudah banyak penelitian dan eksperimen yang diadakan metode-metode mana yang paling efektif, tetapi masih sangat sulit untuk membuktikan secara ilmiah metode mana yang terbaik. Oleh karena pertimbangan ini, pendekatan elektrik pada metode pengajaran bahasa mungkin suatu pendekatan yang paling baik untuk guru bahasa selama guru belum mengetahui dengan pasti teori-teori lingustik dan psikologi mana yang dapat memberi jawaban dengan atas pertnyaan-pertanyaan mengenai efektivitas metode-metode pengajaran bahasa.
Uraian dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa guru mendapat suatu kesempatan untuk memilih metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan tujuan pembelajarannya. Dengan demikian, guru tidak terpaku pada satu metode saja.
  1. Seni Musik dan Metode Bernyanyi
a.       Pengertian Seni Musik
Menurut Jamalus ( 1988:1) seni musik adalah suatu karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik, yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk atau struktur lagu, dan ekspresi sebagai satu kesatuan. Lagu atau komposisi musik baru itu merupakan hasil karya seni jika diperdengarkan dengan menggunakan suara ( nyanyian ) atau dengan alat-alat musik.
Pendapat ini ditunjang oleh Jamalus (1998:65) yang mengatakan bahwa: “musik adalah suatu hasil karya seni bunyi dalam bentuk lagu atau komposisi musik, yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penciptanya melalui unsur-unsur musik yaitu irama, melodi, harmoni, bentuk/struktur lagu, dan ekspresi sebagai satu kesatuan”.
Menurut Wijaya (2006:3), “dalam bahasa Sanskerta kata seni disebut clipa. Sebagai kata sifat, clipa berarti berwarna, dan juga berarti bentuk-bentuk yang indah atau dihiasi dengan indah. Sebagai kata benda clipa berarti pewarnaan, yang kemudian berkembang menjadi segala macam kriteria yang artistik”.Selanjutnya Edy (2005:9) menyimpulkan bahwa “
Seni musik adalah perwujudan/manifestasi dari kehidupan cipta, rasa dan karsa seseorang dalam bentuk suara dan irama yang memuaskan. Di dalam seni musik suara merupakan hal yang penting, sebab keberhasilan cipta seni musik terletak pada vokal di samping irama, melodi, syair dan instrumen.

Dengan musik orang dapat menyatakan ungkapan perasaan prilakunya. Meskipun tanggapan terhadap ungkapan perasaan melalui musik ini akan berbeda bagi setiap orang. Hal ini tergantung kepada pengalaman tingkat pengenalan dan pengertian orang itu terhadap unsur-unsur musik yang membentuk komposisi musik atau lagu itu. Pembelajaran musik di Sekolah  Dasar diberikan secara bertahap yang sesuai dengan tingkat perkembangan anak Sekolah Dasar. Pembelajaran musik itu harus diberikan sedemikian rupa sehingga anak dapat merasakan bahwa musik itu adalah sumber rasa keindahan
b.      Pengertian Bernyanyi
Menurut Jamalus (1988:46) kegiatan bernyanyi adalah merupakan kegiatan dimana kita mengeluarkan suara secara beraturan dan berirama baik diiringi oleh iringan musik ataupun tanpa iringan musik. Bernyanyi berbeda dengan berbicara bernyanyi memerlukan teknik-teknik tertentu sedangkan berbicara tanpa perlu menggunakan teknik tertentu. Bagi anak kegiatan bernyanyi adalah kegiatan yang menyenangkan bagi mereka, dan pengalaman bernyanyi ini memberikan kepuasan kepadanya. Bernyanyi juga merupakan alat bagi anak untuk mengungkapkan pikiran dan perasaannya.
c.       Kemampuan Siswa dalam Bernyanyi
Secara umum kemampuan anak-anak bernyanyi dapat dibagi atas lima macam yaitu sebagai berikut.
1)      Mereka yang dapat bernyanyi tanpa bantuan. Yang termasuk
golongan ini adalah murid – murid yang dapat menyanyikan nada dengan tepat dan tetap, serta mau dan mampu bernyanyi sendiri.
2)      Mereka yang dapat bernyanyi dengan bantuan. Ialah mereka yang
belajar bernyanyi secepat murid macam pertama yang telah disebutkan jika bernyanyi bersama-sama.
3)      Mereka yang memulai atau mengakhiri lagu tidak tepat. Mereka
dapat bernyanyi dengan tinggi nada yang benar tetapi pada saat yang salah.
4)      Mereka yang bernyanyi dalam oktaf yang salah. Mereka cenderung
menyanyikan melodi dengan nada satu oktaf lebih rendah dari tinggi nada yang sudah ditentukan.
5)      Mereka yang bernyanyi kurang tepat dengan oktaf yang salah.
Murid-murid ini menghadapi dua masalah. Yang pertama mereka memulai atau mengakhiri lagu tidak pada waktu yang tepat, yang kedua mereka cenderung menggunakan suara rendah.

d.      Komponen Metode Bernyanyi
Nababan (1993:44) menyatakan bahwa komponen-komponen metode bernyanyi secara garis besarnya terdiri dari.
1.   Data
Guru yang akan menyajikan bahan palajaran, baik berupa lisan maupun tulisan dengan menggunakan metode Bernyanyi ini harus terlebih dahulu mengolah bahan yang dimaksud agar sesuai dengan bahan sajian untuk metode Bernyanyi.
3.   Penyajian masalah
Penyajian masalah terhadap siswa merupakan kata pengantar tujuan pelajaran dan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan siswa.
4.   Kegiatan siswa
Siswa diberi kesempatan menghayati data, melakukan proses mental dalam waktu tertentu sesuai dengan bahan dan waktu yang tersedia. Kegiatan siswa sebaiknya diarahkan pada pencapaian perumusan Bernyanyi-Bernyanyi dan aplikasinya. Hal ini berarti siswa dituntut untuk dapat mengkaji masalah yang ada sedalam-dalamnya.
5.   Kegiatan guru
Pada saat siswa melakukan siswa kegiatan bernyanyi, guru hendaknya mengamati, mendengarkan pembicaraan antar siswa, dan sekali-kali bertanya kepada siswa untuk membimbingnya ke arah Bernyanyi serta penarikan kesimpulan Bernyanyi. Guru harus dapat memotivasi siswa dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat mengarahkan.

6.   Penyelidikan Bernyanyi siswa
Setelah kegiatan mencapai hasil dalam bentuk kesimpulan Bernyanyi awal, guru menyuruh siswa untuk mengemukakan hasil Bernyanyinya di kelas. Siswa lainnya memperhatikan, mengamati, dan bertanya jika perlu.
7.   Latihan siswa
Latihan siswa merupakan suatu bentuk variasi lain untuk menyelidiki hasil Bernyanyi siswa. Mungkin saja guru tidak menuntut perumusan yang telah dikemukakan siswa, tetapi langsung menyodorkan latihan-latihan sebagai upaya mengaplikasikan kaidah, aturan, hukum, dari data yang telah diolah siswa.
e.       Kelebihan dan kekurangan Metode Bernyanyi
1.      Kelebihan Metode Bernyanyi
Penggunaan metode Bernyanyi ini, guru berusaha meningkatkan aktivitas dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, metode ini memiliki keunggulan sebagai berikut.
1.      Metode ini mampu membantu siswa untuk mengembangkan, memperbanyak kesiapan serta penguasaan keterampilan dalam proses kognitif atau pengenalan siswa.
2.      Siswa memperoleh pengetahuan yang bersifat sangat pribadi atau individual sehingga dapat kokoh atau mendalam tertinggal dalam jiwa siswa tersebut.
3.      Dapat membangkitkan kegairahan belajar para siswa.
4.      Metode ini mampu memberikan kesempatan kepada siswa untuk berkembang dan maju sesuai dengan kemampuannya masing-masing.
5.      Mampu mengarahkan cara siswa belajar, sehingga lebih memiliki motivasi yang kuat untuk belajar lebih giat.
6.      Membantu siswa untuk memperkuat dan menambah kepercayaan pada diri sendiri dengan proses bernyanyi sendiri. (Masykur, Kadim. 2004:69)
2.      Kekurangan Metode Bernyanyi
Walaupun demikian, metode ini mempunyai kelemahan-kelemahan di antaranya sebagai berikut.
1.      Pada siswa harus ada kesiapan dan kematangan mental untuk cara belajar ini siswa harus berani dan berkeinginan untuk mengetahui keadaan sekitarnya dengan baik.
2.      Apabila  kelas terlalu besar, penggunaan metode ini akan kurang berhasil.
3.      Bagi guru dan siswa yang sudah biasa dengan perencanaan dan pengajaran tradisional, mungkin akan sangat kecewa bila diganti dengan metode Bernyanyi.
4.      Dengan metode ini ada yang berpendapat bahwa proses mental ini terlalu mementingkan proses pengertian saja, kurang memperhatikan perkembangan atau pembentukan sikap dan keterampilan bagi siswa.
5.      Metode ini mungkin tidak memberikan kesempatan untuk berfikir secara kreatif (Masykur, Kadim. 2004: 72).

Kegiatan belajar-mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru mengacu pada hasil yang hendak dicapai. Tidak ada tujuan yang lebih penting dalam proses belajar-mengajar kecuali mengusahakan agar perkembangan dan belajar siswa mencapai tingkat optimal (Arikunto,2002:274). Memilih dan menentukan strategi yang akan digunakan untuk pelaksanaan kegiatan belajar-mengajar, perlu dipertimbangkan kesesuaian jenis strategi itu dengan variabel-variabel penentunya. Suatu bentuk aktivitas pembelajaran, memiliki nilai strategis jika aktivitas tersebut relevan dengan karakteristik variabel penentunya. Strategi pembelajaran mana yang akan dipilih tidaklah ditentukan secara kebetulan, atau sambil lalu saja. Kita harus membuat pertimbangan secara hati-hati. Pertimbangan mana yang dapat digunakan hendaknya harus disesuaikan dengan kondisi siswa didik. Aspek-aspek tujuan pembelajaran yang akan dicapai masalah efisiensi yang bertalian dengan waktu yang dipilih oleh siswa, serta fasilitas dan peralatan yang akan digunakan.
Belajar dipandang sebagai proses dilihat pada saat pembelajaran guru terutama melihat apa yang terjadi selama murid menjalani pengalaman. Pengalaman edukatif untuk mencapai suatu tujuan yang diperhatikan ialah pola-pola perubahan tingkah laku selama pengalaman belajar itu berlangsung, dan perubahan perkembangan tersebut dilihat dari 3 aspek.

a. Aspek kognitif.
 Menurut Piaget (1970 : 52), periode yang dimulai pada usia 8-12 tahun, yaitu yang lebih kurang sama dengan usia siswa SD-SMP, merupakan ‘period of formal’. pada usia ini, yang berkembang pada siswa ialah kemampuan berpikir secara simbolis dan bisa memahami sesuatu secara bermakna (mean ingfully) tanpa memerlukan objek yang kongkrit atau bahkan objek yang visual. Siswa telah memahami hal-hal yang bersifat imajinatif.
Implikasinya dalam pengajaran bahasa Indonesia ialah bahwa belajar akan bermakna kalau input (materi pelajaran). Sesuai dengan minat dan bakat siswa. Pengajaran bahasa Indonesia akan berhasil kalau penyusun silabus dan guru mampu menyesuaikan tingkat kesulitan dan variasi input dengan harapan serta karakteristik siswa sehingga motivasi belajar mereka berada pada tingkat maksimal.
b. Aspek Psikomotorik
Aspek psikomotorik merupakan salah satu aspek yang penting untuk diketahui oleh guru, aspek tersebut meliputi.
1) Tahap kognitif
 Tahap ini ditandai dengan adanya gerakan-gerakan yang kaku dan lambat. Ini terjadi karena siswa masih dalam taraf belajar untuk memgendalikan gerakan-gerakannya. Dia harus berpikir sebelum melakukan suatu gerakan. Pada tahap ini siswa sering membuat kesalahan dan kadang-kadang terjadi tingkat frustasi yang tinggi.


2) Tahap asosiatif.
Pada tahap ini seseorang siswa membutuhkan waktu yang lebih pendek untuk memikirkan tentang gerakan-gerakannya. Dia mulai dapat mengasosiasikan gerakan yang sedang dipelajarainya dengan gerakan yang sudah dikenal. Tahap ini masih dalam tahap pertengahan dalam perkembangan psikomotorik oleh karena itu, gerakan- gerakan pada tahap ini, belum merupakan gerakan yang sifatnya otomatis. Pada tahap ini, seorang siswa masih menggunakan pikirannya untuk melakukan suatu gerakan tetapi waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih sedikit dibanding pada tingkat kognitif. Karena waktu yang diperlukan untuk berpikir lebih pendek, gerakannya sudah tidak kaku.
3) Tahap otonomi.
Pada tahap ini, seorang siswa telah mencapai tingkat autonomi yang tinggi. Proses belajarnya sudah hampir lengkap. Pada tahap ini, gerakan telah dilakukan secara spontan dan oleh karenanya gerakan yang dilakukan juga tidak mengharuskan pembelajar untuk memikirkan untuk gerakan.
c. Aspek Afektif
Keberhasilan proses pengajaran bahasa Indonesia juga ditentukan oleh kemahaman tentang perkembangan aspek afektif siswa. Bloom dalam Darsono (36:2000) memberikan definisi tentang ranah afektif yang terdiri 5 tataran afektif yang aplikasinya pada siswa SD-SMP lebih kurang ialah (1) sadar akan situasi fenomena, masyarakat dan objek disekitar; (2) responsif terhadap stimulus yang ada dilingkungan mereka; (3) bisa menilai; (4) sudah mulai bisa mengorganisasikan nilai-nilai dalam suatu sistem, dan menentukan hubungan diantara nilai-nilai yang ada; (5) sudah mulai memiliki karakteristik dan mengetahui karakteristik tersebut dalam sistem nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 1982. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : Rieneka Cipta
Depdikbud. 2003. GBPP Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud
Depdikbud. 2003. Kurikulum Bahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud
Depdikbud. 1955. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Depdikbud
Hadi, Sutrisno. 1980. Metodologi Reseach. Yogyakarta. Fakultas Psikologi UGM.
Madya, Suwarsih. 1994. Panduan Penelitian Tindakan. Yogyakarta : Lembaga Penelitian IKIP Yogyakarta.
Margono. Drs. 1993. Metode Penelitian Pendidikan. Jakarta : Rosda Karya
Masykur, Kadim. 2004. Pembelajaran  Kooperatif  dalam Pembelajaran Sains. Malang: Universitas Negeri Malang
Moleong, Lexy J. 2002.Metodologi Penelitian Kwalitatif, Bandung :Remaja Rosda Karya,
Nur, Muhammad. 2000. Strategi-strategi Belajar. Surabaya : University Press.
N.K, Roestiyah. 2001. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta
Piaget. 1970. Psikologi Pendidikan. Jakarta: Rajawali.
Tarigan, Henri. 1986. Pengajaran kosakata. Bandung : Angkasa.
Utama, Nababan.1993. Metodologi Pengajaran Bahasa. Jakarta: Gramedia



No comments:

Post a Comment