Sunday 13 February 2011

KEBERADAAN ALIEN

Ilmuwan Harvard: Alien Tidak Ada
"Lingkungan mereka sangat kejam untuk sebuah kehidupan."
Senin, 24 Januari 2011, 15:00 WIB
Gambaran tentang planet alien, HIP 13044b (ESO/L. Calçada)

VIVAnews  -- Kemunculan crop circle di Sleman Yogyakarta membuat heboh masyarakat. Bahkan, tak sedikit yang menghubung-hubungkannya dengan kedatangan UFO (unidentified flying object) yang berkaitan dengan mahluk angkasa luar atau alien.

Sementara di belahan bumi lain, tepatnya di Amerika Serikat, seorang ilmuwan terkemuka telah menyimpulkan bahwa kemungkinan besar tidak ada alien di luar sana. Itu artinya, manusia sendirian dan tak perlu buang waktu untuk berusaha menjalin kontak dengan mahluk hijau berkepala besar, misalnya.

Adalah ilmuwan senior dalam bidang astrofisika dari Universitas Harvard, AS, Dr Howard Smith yang meyakini sangat kecil kemungkinan bagi kita, manusia, untuk menemukan alien. Kalaupun iya, hampir tak masuk akal untuk membuat kontak dengan mereka.

Penemuan 500 planet di luar tata surya atau sistem ekstrasolar yang mirip Bumi, tak lantas membuat kemungkinan bertemu alien makin besar.
Menurut Smith, planet-planet tersebut terlalu dekat dengan matahari mereka atau sebaliknya, terlalu jauh. Itu artinya, kalau tidak panas ekstrim, planet-planet itu terlalu dingin untuk mendukung adanya kehidupan. Selain itu, orbit yang tidak beraturan akan membuat temperatur tidak menentu. Itu artinya, air tak mungkin ada.

"Kita telah menemukan sebagian besar planet lain sangat jauh berbeda dengan Bumi. Juga tata surya kita. Lingkungan mereka sangat kejam untuk sebuah kehidupan," kata Smith seperti dimuat Daily Mail, Senin 24 Januari 2011.

"Informasi yang kita dapatkan mendukung fakta bahwa kita secara efektif sendirian di alam semesta."

Apa yang disampaikan Smith bertolak belakang dengan astrofisikawan, Stephen Hawking.

Menurut Hawking, ada ada miliaran galaksi di luar sana. Itu membuat keberadaan bentuk kehidupan lain selain manusia, menjadi rasional.

Demikian juga peneliti dari University of London. Baru-baru ini mereka mengeluarkan analisa bahwa ada 40.000 planet yang mingkin jadi dunia para alien.

Namun, untuk Smith, estimasi Hawking maupun penelitian University of London terlalu optimistis. "Harapan untuk melakukan kontak dengan mahluk asing dibatasi gelembung kecil angkasa di sekitar Bumi. Mungkin mencapai 1.250 tahun cahaya dari planet. Alien tak akan mungkin menerima sinyal dari Bumi dan membalas sinyal itu."

"Jeda komunikasi akan makan waktu puluhan tahun atau bahkan abad."

GALAKSI TERTUA DITEMUKAN

Teleskop Hubble Temukan Galaksi Tertua
Berdasarkan kalkulasi, diperkirakan galaksi ini lahir 480 juta tahun setelah Big Bang.
Kamis, 27 Januari 2011, 13:07 WIB


UDFj-39546824, galaksi tertua yang lahir 480 juta tahun setelah Big Bang. (n24.de)

VIVAnews - Teleskop ruang angkasa Hubble telah mendeteksi sebuah galaksi baru. Galaksi ini merupakan galaksi tertua yang pernah terdeteksi. Ukurannya yang kecil juga berpotensi menyimpan petunjuk bagaimana bintang terbentuk saat alam semesta masih berusia muda.

Setitik cahaya kecil dari galaksi itu yang berhasil ditangkap oleh telescop Hubble yang mengorbit di Bumi membutuhkan 13,2 ribu juta tahun untuk mencapai Bumi. Artinya, galaksi tersebut hadir sekitar 480 juta tahun setelah Big Bang terjadi.

Meski terdapat kemungkinan bahwa masih ada galaksi lain yang lebih tua dibanding galaksi yang baru ditemukan ini, akan tetapi, menurut para astronom, ia hanya bisa dideteksi oleh sensor generasi mendatang yang akan hadir di teleskop penerus Hubble.

“Kita sudah semakin dekat untuk mendapati galaksi pertama yang diperkirakan terbentuk 200 sampai 300 juta tahun setelah Big Bang,” kata Garth Illingworth, profesor astronomi dan astrofisika dari University of California, Amerika Serikat.

Galaksi ini, kata Illingworth, seperti dikutip dari Cosmosmagazine, 27 Januari 2010, berusia jauh lebih tua dibanding galaksi yang sudah ditemukan sebelumnya.

“Kami menghabiskan waktu uji coba selama berbulan-bulan untuk memastikan. Kini kami cukup yakin bahwa inilah galaksi tertua yang pernah ditemukan,” kata Illingworth. “Jika dibandingkan dengan galaksi Bima Sakti kita, ukuran galaksi ini 100 kali lebih kecil,” ucapnya.

Sama seperti pesatnya jumlah bintang yang ditemukan, demikian pula dengan jumlah galaksi. Fakta ini mendukung teori bahwa terbentuknya galaksi ditempa oleh daya tarik gravitasi oleh apa yang disebut dengan dark matter.
Sebagai informasi, astronom mengukur usia bintang menggunakan apa yang disebut dengan redshift. Semakin jauh sinar tersebut berjalan, semakin panjang dan semakin merah menjadi panjang gelombangnya.

Angka redshift yang tinggi mengindikasikan bahwa objek yang memancarkan sinar tersebut berusia tua karena cahaya yang dipancarkan telah menempuh miliaran tahun cahaya untuk tiba di bumi, setelah melewati alam semesta yang terus meluas.

Adapun galaksi yang baru ditemukan itu, yakni UDFj-39546824, ditemukan di sebuah sektor langit berukuran seujung jari yang disebut Hubble Ultra-Deep Field. Ia ditemukan saat Hubble melakukan pemindaian selama 87 jam pada tahun 2009 dan 2010 lalu.

Setelah ditemukan, astronom kemudian menghitung redshift yang ada dan nilainya mencapai 10,3. Galaksi tertua yang ditemukan Oktober lalu oleh sekelompok astronom internasional hanya memiliki nilai redshift sebesar 8,6.

Temuan galaksi baru ini dimungkinkan oleh Wide Field Camera 3 yang dipasang di Hubble Space Telescope oleh astronot NASA pada Mei lalu. Kamera baru itu mendongkrak kemampuan Hubble setidaknya 30 persen dibanding sebelumnya.

Akan tetapi, kemampuan menangkap redshift hingga 10,3 tampaknya merupakan batas maksimal. Untuk menangkap redshift lebih dari itu, astronom tampaknya membutuhkan James Webb Space Telescop yang baru akan diluncurkan NASA pada 2014 mendatang.(umi)
• VIVAnews

GALAKSI ANDROMEDA MAKIN MENDEKATI BUMI

Andromeda, Galaksi Rakus Makin Mendekat
Andromeda dan Bima Sakti saling mendekat dengan kecepatan 120 kilometer per detik.
Selasa, 1 Februari 2011, 16:49 WIB
Muhammad Firman
Bima Sakti dan Andromeda sebelum bertubrukan (atas) dan setelah bergabung (bawah). (7coolist.com)

VIVAnews - Andromeda, galaksi besar yang menjadi tetangga galaksi kita diketahui merupakan kanibal luar angkasa. Hingga tumbuh besar seperti sekarang ini, ia telah memakan galaksi lain yang terbang terlalu dekat dengannya. Yang menarik, Andromeda kini semakin mendekat.

Seperti diketahui, Andromeda dan galaksi kita, Bima Sakti, merupakan dua galaksi raksasa di lingkungannya. Andromeda juga merupakan galaksi raksasa terdekat. Jaraknya hanya sekitar 2,5 juta tahun cahaya. Satu tahun cahaya sendiri berjarak sekitar 9,4 triliun kilometer.

Seperti dikutip dari Msnbc, 1 Februari 2011, Bima Sakti dan Andromeda saling mendekat dengan kecepatan sekitar 120 kilometer per detik dan akan bertabrakan.

Namun demikian, jaraknya yang sangat jauh membuat tabrakan super raksasa ini baru akan terjadi sekitar 3 miliar tahun yang akan datang. Lalu, apakah bumi akan hancur?

Untuk mengetahuinya, astronom menggunakan simulasi superkomputer dan mengkalkulasikan salah satu skenario yang mungkin terjadi saat Andromeda dan Bima Sakti saling beradu.

Video simulasi yang dibuat menggunakan 100 juta partikel virtual. Film yang dibuat menyoroti ruangan dengan sudut pandang selebar sekitar 10 miliar miliar kilometer. Adapun durasi waktu yang direkam oleh simulasi komputer itu mencapai 1 miliar tahun.

“Diperkirakan, bintang-bintang di kedua galaksi, termasuk matahari milik tata surya kemungkinan besar tidak akan saling bertubrukan,” kata John Dubinski, astronom dari Canadian Institute for Theoretical Astrophysics, University of Toronto.

Namun demikian, kata Dubinski, gaya gravitasi milik kedua galaksi kemungkinan akan saling menarik, saling berpelintir, dan membelokkan, hingga setelah satu miliar tahun kemudian, galaksi berbentuk elips yang merupakan kombinasi dari Andromeda dan Bima Sakti lahir.

Setelah penggabungan Andromeda dan Bima Sakti tersebut selesai, proses itu akan menyisakan puing-puing berserakan di antariksa.

Seperti diketahui, sebelum ini, Andromeda menelan galaksi kecil bernama Triangulum. Sekitar 3 miliar tahun lalu, Triangulum bergerak terlalu dekat dengan Andromeda. Bintang-bintang miliknya kemudian dilucuti dan ditarik masuk ke dalam oleh gaya gravitasi raksasa yang dimiliki Andromeda. 
• VIVAnews

GALAKSI BIMA SAKTI VS ANDROMEDA

Galaksi Bima Sakti dan Andromeda akan Bertabrakan
Tabrakan dua galaksi tersebut akan terjadi dalam waktu 3 miliar tahun yang akan datang.
Rabu, 2 Februari 2011, 15:16 WIB
Muhammad Firman
Citra galaksi andromeda berdasarkan pantauan satelit NASA. (AP Photo/NASA, ESA)

VIVAnews - Galaksi Andromeda dan galaksi Bima Sakti tempat planet Bumi berada merupakan dua galaksi raksasa yang bertetangga. Keduanya hanya terpisah jarak 2,5 juta tahun cahaya atau sekitar 18,8 triliun kilometer.

Sebelumnya, galaksi Andromeda memiliki ukuran lebih kecil. Namun sepanjang perjalananan hidupnya, galaksi itu “memakan” sejumlah galaksi kecil yang terbang di dekatnya akibat besarnya gaya gravitasi yang dimiliki. Akhirnya ukuran Andromeda kurang lebih sama besar dengan Bima Sakti.

Yang menarik, seperti dikutip dari Msnbc, 2 Februari 2011, saat ini galaksi Bima Sakti dan Andromeda saling mendekat dengan kecepatan sekitar 120 kilometer per detik dan akan bertabrakan.

Namun, jaraknya yang masih sangat jauh membuat tabrakan super raksasa ini baru akan terjadi sekitar 3 miliar tahun yang akan datang. Lalu, apakah bumi akan hancur? Untuk mengetahuinya, astronom menggunakan simulasi superkomputer dan mengkalkulasikan skenario yang mungkin terjadi saat Andromeda dan Bima Sakti saling beradu.

Video simulasi yang dibuat menggunakan 100 juta partikel virtual. Film yang dibuat menyoroti ruangan dengan sudut pandang selebar sekitar 10 juta triliun kilometer. Adapun durasi waktu yang direkam oleh simulasi komputer itu mencapai 1 miliar tahun.

Pada video, galaksi Bima Sakti datang dari arah bawah dan Andromeda dari atas.

“Diperkirakan, bintang-bintang di kedua galaksi, termasuk matahari milik tata surya kemungkinan besar tidak akan saling bertubrukan,” kata John Dubinski, astronom dari Canadian Institute for Theoretical Astrophysics, University of Toronto.

Namun demikian, kata Dubinski, gaya gravitasi milik kedua galaksi kemungkinan akan saling menarik, saling berpelintir, dan membelokkan, hingga setelah satu miliar tahun kemudian, galaksi berbentuk elips yang merupakan kombinasi dari Andromeda dan Bima Sakti lahir.

Setelah penggabungan Andromeda dan Bima Sakti tersebut selesai, proses itu akan menyisakan puing-puing berserakan di antariksa. (Haydenplanetarium.org/Edliadi)
• VIVAnews

TATA SURYA BARU

NASA Temukan Tata Surya Baru
Dua planet yang lebih dekat ke bintangnya diperkirakan memiliki atmosfir mengandung air.
Jum'at, 4 Februari 2011, 11:56 WIB
Muhammad Firman
Ukuran planet Kepler 11b sampai 11g (nationalgeographic.com)

VIVAnews - Kepler, obeservatorium luar angkasa milik NASA menemukan sistem tata surya yang terdiri dari enam buah planet mengitari bintang serupa Matahari. Oleh sejumlah astronom, planet-planet itu disebut sebagai mini Neptunus.

Lima planet baru itu mengorbit dekat dengan mataharinya (Kepler 11), lebih dekat dibandingkan dengan jarak Matahari ke planet Merkurius milik tata surya kita. Adapun planet keenam berada di jarak yang lebih jauh. Kurang lebih berjarak sama dengan jarak Matahari ke Venus.

“Ini merupakan sistem planet yang sangat rapat,” kata Jonathan Fortney, astronom dari Lick Observatory, University of California, Santa Cruz, seperti dikutip dari National Geographic, 4 Februari 2011.

Planet-planet tersebut (diberi nama Kepler 11b sampai Kepler 11g), kata Fortney, berukuran relatif kecil, mulai dari 2 hingga 4,5 kali ukuran Bumi. Selain itu, planet baru yang ditemukan juga ternyata sangat ringan. “Ini mengindikasikan bahwa sebagian besar planet-planet itu terdiri dari gas,” ucapnya.

Dari penelitian, diketahui bahwa empat dari enam planet itu memiliki atmosfir tebal yang mengandung hidrogen dan helium.

Dua planet yang lebih dekat ke bintangnya memiliki densitas yang lebih tinggi. Diperkirakan, kedua planet ini memiliki atmosfir yang sebagian besar terdiri dari air, dan hanya sedikit hidrogen dan helium.

“Dapat menemukan banyak planet milik sebuah bintang dan dapat mengkalkulasikan kandungan planet itu merupakan anugerah ilmiah,” kata Fortney. “Sama seperti paleontologis yang mempelajari spesies dinosaurus, astronom bisa melihat banyak dunia lain yang lahir bersamaan untuk lebih memahami transformasi planet-planet,” ucapnya.

Kini, kata Fortney, kita bisa melakukan perbandingan ilmiah. “Kita bisa memperkirakan bagaimana evolusi planet-planet telah menyimpang sejalan dengan waktu,” ucapnya.
• VIVAnews

UFO DI ATAS BAITUL MAQDIS ?

Video: UFO Melintas di Atas Baitul Maqdis?
Video ini menunjukkan 'UFO' melintas di atas tempat Nabi Muhammad melakukan Isra Mikraj.
Jum'at, 4 Februari 2011, 17:36 WIB
Indra Darmawan
Ilustrasi piring terbang (Daily Mail)

VIVAnews - Sebuah rekaman video yang mengggemparkan beredar luas di internet. Video itu memperlihatkan adanya benda yang dicurigai sebagai benda terbang UFO yang melintas di atas Bait Al-Maqdis, Yerusalem, Jumat 28 Januari 2011 lalu.

Dari rekaman yang diambil pada malam hari itu, terlihat bahwa sebuah cahaya terang turun dari langit ke bagian atas bangunan Temple of the Rock (disebut juga dengan kubah batu atau Qubbat Al-Sakhrah). Tempat ini dipercaya umat Islam sebagai tempat di mana Nabi Muhammad melakukan Isra' Mikraj (perjalanan ke surga) dengan menumpang Bouraq.
Banyak yang meyakini kesahihan hasil rekaman ini, karena terdapat beberapa rekaman yang sama yang di ambil dari berbagai posisi. Namun, banyak pula yang menganggapnya hanya sekadar video rekayasa alias hoax.

Sebab, salah satu rekaman terlihat goyang dan patah-patah. "Jika memang itu pesawat luar angkasa, pesawat itu sangat kecil," kata Benjamin Radford, salah satu pengamat, kepada Discovery News,  lewat e-mail.    

Dari analisa Radford, pengamatan terhadap ukuran dan jarak pesawat luar angkasa ke kubah menunjukkan bahwa ukuran pesawat tak lebih besar daripada sebuah mobil limousine. "Tak berarti itu bukan pesawat luar angkasa, tapi fakta ini membuat Anda bertanya-tanya," kata Radford.

Hal lain yang memperkuat keraguannya, kata Radford, cahaya benda langit itu sepertinya tidak terefleksikan oleh kubah. Padahal, kubah tersebut berpelat emas, "Mestinya kubah itu sangat reflektif." (hs)

• VIVAnews